Ta’aruf (تعارف) berasal dari kata ‘arofa (عرف) yang berarti mengetahui atau mengenal. Kata ‘arofa ini kemudian diikutkan wazan tafaa’ala (تفاعل), dengan menambahkan huruf ta’ di permulaan serta huruf alif di antara fa’ dan ‘ain fiil sehingga menjadi ta’aarofa-yata’aarofu-ta’aarufan (تعارف يتعارف تعارفا).
Nah, kata atau kalimah yang mengikuti wazan tafa’ala ini memiliki beberapa faedah, di antaranya adalah:
lil musyarokati baina itsnaini fa aktsaro (untuk menunjukkan makna persekutuan antara dua orang atau lebih dalam melakukan sesuatu).
Dengan demikian maka ta’aruf bisa berarti proses saling mengenal antara dua orang. Selain seorang itu melakukan proses mengenali, ia juga menjadi objek yang akan dikenali. Selain ia menjadi objek dikenali orang lain, ia juga berusaha mengenali orang tersebut.
Menurut para ahli shorof, sedikitnya ada dua catatan penting mengenai makna musyarokah pada wazan tafa’ala ini:
Pertama:
Musyarakah dilakukan oleh dua orang lebih.
Apa maknanya? Bahwa proses ta’aruf itu bukan hanya sekedar proses saling mengenal dua orang saja, tetapi lebih dari itu, ta’aruf merupakan proses pengenalan dua orang lebih. Misalnya, ketika kita menikah, maka seharusnya tidak hanya mengenali diri calon suami/istrinya saja, tetapi juga harus mencoba mengenal keluarga besar pasangan kita. Bahkan bila perlu, di antara dua keluarga itu, melakukan proses saling mengenal juga. Sebab, pernikahan bukan sekedar menyatukan dua insan dalam ikatan suci, tetapi juga menyatukan dua keluarga yang berbeda. Bahkan tidak menutup kemungkinan, dua keluarga itu berasal dari dua suku atau bahkan bangsa yang berbeda.
Bukankah kata ta’ruf dalam al-Quran (Al-Hujurat ayat 13) digunakan untuk mengenal semua manusia, baik laki-laki atau permpuan, yang berasal dari bangsa dan suku yang berbeda? Bukan sekedar proses saling mengenalnya dua orang saja!
Kedua:
Musyarokah pada wazan tafaa’ala ini tidak dapat diketahui mana yang memulai bersekutu terlebih dahulu atau yang unggul dalam persekutuan tersebut.
Apa maknanya? Bahwa dalam proses ta’aruf, jangan pernah merasa lebih mengenali pasangan kita. Mungkin Aku lebih banyak tahu tentang Kamu dari pada pengetahuanmu tentangku. Tapi ‘Aku’ jangan sekali-kali merasa lebih mengenal ‘Kamu’. Demikian juga sebaliknya; mungkin ‘Kamu’ lebih banyak tahu tentang ‘Aku’ dari pada pengetahuanku tentangmu. Tetapi ‘Kamu’ jangan sekali-kali merasa lebih mengenal ‘Aku’.
Yang perlu kita lakukan dalam proses ta’aruf ini hanya saling mengenal; tidak penting siapa yang lebih banyak mengenal tentang yang lainnya.
Yang lebih penting dari itu adalah bahwa pengenalannya menghasilkan kearifan dalam bersikap kepada pasangannya.
Selain faedah musyarokah di atas, masih ada empat faedah lain bagi kata yang mengikuti wazan tafa’ala. Namun dalam hal ini, ada satu faedah yang saya kira juga perlu kita ketahui, yaitu wa lil wuquu’i tadriijan (dan untuk arti terjadinya sesuatu secara berangsur-angsur).
Dengan faedah ini, maka kata ta’aaruf bisa juga berarti mengetahui sedikit demi sedikit, setahap demi setahap. Bahwa kita tidak akan pernah bisa mengenali seseorang itu dengan sekali tatap muka. Bahwa mengenali seseorang itu butuh proses yang lama. Bahwa mengenali seseorang itu butuh waktu yang tidak sebentar. Berhari-hari. Berbulan-bulan. Bertahun tahun bahkan puluhan tahun.
Maka proses ta’aruf seorang yang hendak menikah tidak begitu saja selesai ketika sudah ijab sah. Tidak! Tetapi proses ta’aruf kepada pasangan itu perlu dilakukan sepanjang kehidupan. Tidak ada kata berhenti untuk saling bertaa’ruf dengan teman hidup..
Sudahkah kita mengenal pasangan kita?
EmoticonEmoticon